expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Friday, June 13, 2014

INI KISAHKU ....

Pernah mendengar ketika orang berkata bahwa wanita itu ga perlu berpendidikan tinggi? Ah, aku sih sering. Kamu juga? Pastinya. Pernah mendengar juga ketika ucapan tersebut dilanjutkan dengan kalimat "Wanita itu ujung-ujungnya di kasur, dapur dan sumur"?, ah, baik aku ataupun kamu, pasti pernah juga bukan? Eh engga, sering deh bukan pernah ^.^..


Buat kamu yang nyerah atau nurut dengan kalimat seperti ini, aku punya cerita, ini kisahku ..

Aku Siti Komariah, orang biasa memanggilku siti. Aku lahir 21 tahun silam dalam kondisi prematur. Hal ini membuat kondisi jantung, paru-paru serta organ dalam tubuhku tidak berfungsi dengan baik. Singkat cerita, aku difonis tidak akan bisa bertahan hidup lama. "Paling bertahan 2-3 bulan" katanya. Tapi, taraaa!!! Buktinya aku sudah 21 tahun, dan aku bisa menuliskan kisahku ini. Eeiittss jangan takut, ini beneran aku, aku ga meninggal seperti fonis "Mereka->Manusia". Kenapa? Aku percaya Allah menitipkan hadiah terindah kepada setiap manusia ketika ia dilahirkan. Begitupun kepadaku ..

Ini kisahku ..
Berangkat dari keluarga yang sederhana. Aku tumbuh menjadi anak-anak yang aga tomboy, (kalo liat film si bolang, itu aku banget waktu kecil). Masalahnya, tetangga aku cowok semua, cuma ada 1 orang cewek, tapi katanya sih dia nyebelin jadi jarang ada yang mau teneman sama dia. Lucunya, meski aga tomboy, aku sering jatuh sakit, dikit-dikit ketemu dokter, kayanya tiap bulan ngedate terus sama dokter. Ih, terus apa hubungannya sama pertanyaan diawal soal mendengar tentang takdir wanita yang dianggap ga usah berpendidikan tinggi? Ada dong .. Yu .. Lanjut

Ini kisahku ..
Saking seringnya sakit-sakitan, orang tua jadi ragu menyekolahkanku. Tapi, aku dimasukan ke SD pada usia 5 tahun, gara-gara aku nangis pingin sekolah. Hasilnya? Aku siswi paling pintar saat itu, (sebaliknya heheh). Aku sering diledek gara-gara dapat nilai "nol" mulu. So, aku di panggil si "endog". Itu bahasa sunda, artinya telor. Sedih??? Ah engga. Aku bukan tipe orang yang mudah nyerah, (narsisdikit.com). Aku pulang kerumah dengan tangisan, lalu bilang pingin berhenti sekolah. Loh, katanya ga gampang nyerah? Haha. 

Ini kisahku ..
Aku kembali sekolah pada usia 6 tahun.. Yaaa .. Waktu 5 tahun kemarin sih emang belum waktunya, sempet ditolak juga sama pihak sekolahnya karna umurnya yang 5 tahun ada belum full waktu itu. Dasar aku aja pingin sekolah cepet2 gara2 yang lain sekolah. Meski dengan ragu karena sering sakit, orang tua aku tetap menyekolahkan aku. Saat itu aku mengidap salah satu gangguan paru-paru. Tiap senin aku check up ke dokter. Ga sekolah dong? Emang engga. Tapi percaya atau ga, aku keluar sebagai juara 1, dan tetap bertahan 3 besar sampai kelas 6. Aku juga paling sering dibawa lomba cerdas cermat (narsislagi.com), Memasuki SMP, alhamdulillah aku juga tetap ranking, meski berputar di 3 besar, 5 besar, sempat jatuh 10 besar, gara-gara sakit juga. Ga bermaksud sombong, lagian prestasi kaya gitu apa bagusnya dan apa istimewanya? hehe. Aku cuma pingin tell something buat para cewek yang nyerah dengan kata-kata "Wanita ga perlu berpendidikan tinggi". 

Ini kisahku ..
Masuk SMA, aku mulai sedikit feminine #lol. Tapi tetap dengan ambisi ingin jadi yang paling berprestasi, bahkan waktu itu aku berambisi "ingin terkenal" disekolah hehe. Ini mendorong aku untuk punya keinginan yang lebih dengan mencoba hal yang baru... Sampai akhirnya, nyaris semua organisasi aku jabanin, dan keluar menjadi salah satu kandidat ketua osis. Tapi hal ini membuat orang tua ga setuju gara-gara aku pulang sore terus. Jangan salah loh, orang tua juga percaya dengan kata-kata "Wanita ga perlu berpendidikan tinggi", aku sering disebut wanita karir, ga butuh cowok, dikunci di kamar gara-gara ga boleh rapat osis dll ... Waktu itu aku ga bisa melawan, ya .. karna seperti prinsipku, aku akan menjawab dengan apa yang aku lakukan, sementara waktu itu aku belum bisa membuktikan apa-apa. Tapi sekarang, orang tua aku, dan orang-orang yang berkata "Wanita itu ga perlu berpendidikan tinggi", justru menyuruh anaknya kuliah. Kenapa? ?

Ini kisahku ..
Aku ga pernah menjawab apa-apa ketika mereka berbicara. Bagiku, aku akan menjawab, dengan tindakanku. Sampai akhirnya, gara-gara ga ada yang mendukung aku kuliah, aku nekat nyari beasiswa. Orang tua ga tau aku pernah 4 kali gagal seleksi beasiswa Salman ITB, atau seleksi beasiswa lainnya. Lucunya, ketika teman-temanku merasa nyerah, aku tetap maju dan mencoba setiap peluang yang ada. Dengan kata lain, aku sendiri ga tau berapa kali aku gagal saat itu, kebanyakan sih hehe. Tapi inilah aku, ga mau nyerah sampai aku dapet apa yang aku mau. Apalagi waktu itu aku memiliki cita-cita menjadi seorang dosen, mana bisa jadi dosen tanpa kuliah?. 

Ini kisahku..
Ya, aku emang ga ingin cerita bahwa aku berjuang untuk kuliah, orang ga ada ko yang dukung aku, meski hanya satu orang, Ga ada. Sampai akhirnya, yang orang tua tahu, waktu itu aku pulang dengan membawa surat bahwa aku lulus seleksi bidik misi Polban 100 besar. Orang tua kaget? Ya pasti. Aku ga pernah cerita ko hehe. Aku hanya cerita pada guru BP aku yang sangat mendukung keinginan aku. Ia yang tahu jatuh bangunnya aku demi kuliah. Beliau bahkan ingin membuatkan sebuah acara seminar dengan meminta aku sebagai pematerinya. 
Katanya, "Siti, ibu mau bikin seminar motivasi, siti yang jadi pematerinya ya. Mau kan? Nanti ibu kasih uang jajan, siti ceritakan aja kisah siti sama adik-adik siti disini". 

Anehnya aku waktu itu justru menolak. Aku fikir, siapa aku bisa jadi motivator orang? Hehe. Meski hanya lulus sebagai cadangan dan dinyatakan gugur di Polban karna polban hanya membutuhkan 75 orang, aku tetap seneng bisa lolos 100 besar dari ribuan pendaftar, dan menjadi satu-satunya siswi yang lolos bidik misi di kecamatan aku saat itu. Ini juga yang mulai membuka pemikiran orang tua aku. Adalah ketika tanpa sepengetahuan mereka pula, tanpa ijasah SMA (yang masih belum keluar dari sekolah waktu itu), aku melamar menjadi guru bahasa inggris di SD dan ternyata diterima. 


Ini kisahku ..
Selain berangkat dari keluarga yang sederhana. Meski keluarga aku terbilang sangat perhatian pada anaknya, kita nyaris ga ada istilah individualis, dan kemana-mana selalu bareng. Tapi mungkin inilah yang dikatakan bahwa hidup itu ga mungkin lepas dari masalah. Ada something yang ga bisa aku ceritakan disini, yang terjadi pada keluarga aku. Something, yang bikin orang menertawakan nasib kami. Something, yang bikin tetangga menggosipkan kami, menjauhi kami, hingga akhirnya aku melihat mamah aku menangis karna itu.. 

Ini kisahku ..
Aku tipe orang yang ga peduli dengan apa yang orang katakan, meski itu ejekan yang cukup menyakitkan. Tapi hati aku berkata, "emang gue fikirin?". Tapi kalau ejekan itu tertuju pada keluarga aku yang bikin orang tua aku nangis, Hi, show time! aku bakalan bikin mereka tunduk dan hormat sama keluarga aku. Caranya, aku balas dendam dengan mengajar di sekolah dimana muridnya adalah anak dari tetangga aku. Melihat aku berpakaian ala guru, keluar rumah dan menjadi salah satu pendidik dari anak-anak mereka, bisa kalian bayangkan bagaimana wajah mereka yang tak punya hati itu .. Tapi itulah prinsip aku, aku akan balas dendam bukan dengan cacian atau gosip seperti yang mereka lakukan, tapi aku akan membalas dengan membuat mereka hormat sama aku, khususnya orang tua aku .. 

Ini kisahku ..
Begitulah semuanya mengalir hingga aku benar-benar melihat tetesan air mata ibuku berganti dengan tetesan air mata bahagia saat aku mendapat pujian dari sana sini. Hi, aku sih ga butuh pujian apapun, untukku, kebahagiaan orang tua aku, keluarga aku, lebih dari jutaan pujian presiden sekalipun .. Keluarga bagiku, adalah hidupuku, dan akupun berjuang untuk mereka.. 

Ini kisahku ..
Sejak itu pula, banyak yang menawari aku mengajar, mulai dari SMP bahkan SMA. Hanya saja, aku belum kuliah saat itu. Dari situlah femikiran orang tua lebih terbuka lagi, bahwa aku ga mungkin menjadi guru tanpa kuliah. That is why, aku mulai tes tertulis di UIN, karena kampus yang lain waktu itu sudah ditutup pendaftarannya hehe. Aku sempet dapat beasiswa berprestasi disini. Hingga akhirnya, aku sadar bahwa aku ga bisa terus bergantung pada beasiswa. Gaji guru itu kecil loh, aku ga bisa nyebutin nominalnya, yang jelas, aku digaji dalam dua bulan sekali, dimana gaji itu paling cukup dalam 1-2 minggu (buat ongkos doang). Tapi aku bertahan, karna aku mencintai pekerjaan aku, aku sayang anak didik aku, dan aku menemukan zona nyaman aku ketika berkumpul dengan anak-anak yang meski nakal, tapi acap kali mengundang gelak tawaku. Jadi, aku coba nyari kerjaan tambahan, kirim CV kesana kemari, kalau dihitung, mungkin bisa 30 tempat lebih aku datangi. Sampai ketika ada panggilan, aku selalu bertanya "lokasinya dimana ya? saya mengirim banyak CV, jadi cukup lupa ini perusahaan mana dan lokasinya dimana?" haha. Aku ga sekali mengalami penolakan, selama 3 bulan libur semester, nyaris tiap hari aku pergi, kebayang ga berapa CV yang aku kirim? Aku sempat 7 kali terjebak di MLM, maksudnya, langsung mundur pas tau itu MLM,  haha, sempet nyasa jugar, kehabisan uang, nahan lapar dari pagi sampai sore, tapi tetap berjalan, dan berkeliling mencari pekerjaan, nanya sana sini, banyak deh. Tapi once more, aku ga bilang hal kaya gini sama orang tua, cuman, kalau soal penolakan dan gagal, ya orang tua pasti tau. Sampai orang tua aku sendiri nyerah, kasian mungkin liat anaknya bolak balik ga jelas. Tapi inilah aku, ga akan berhenti sampai apa yang aku inginkan, bisa aku dapatkan. Lagian, aku yang berjuang, ko orang tua yang nyerah ya? haha. Tapi, Berkat doa dari orang tua, serta mungkin inilah buah dari hasil perjuangan aku, dan seseorang yang sangat baik yakni atasanku, saat ini aku bisa membiayai kuliah aku sendiri dengan bekerja sebagai penulis online bersamanya.

Ini kisahku ..
Dan sejak itu pula, ga ada lagi yang bilang atau nanya "Aduh siti buat apa sekolah terus"?. Ya .. meskipun sebutan "Wanita karir" sampai saat ini masih melekat dalam diri aku. Apalagi, aku ga punya pacar, yaa  .. semakin disebut "Wanita karir" yang ga butuh cowok. Aku sih senyum saja, aduh, ngapain dijawab? Allah tau alasan aku ga pacaran, yang jelas, bukan karna ga butuh cowok. Aku manusia ko, kata siapa ga butuh cowok? aku justru bukan siapa-siapa, dan apa yang aku raih ga akan lengkap tanpa ia yang akan mendampingi aku nantinya, sebagai imam aku. Inilah kisahku


So girls, jangan takut untuk bermimpi. Allah ga pernah membatas-batasi bahwa yang harus pintar itu cowok doang, ada gitu hadist yang berkata cowok doang yang harus pintar? Girls, ketika kamu punya pengetahuan, kamu bisa berbagi dengan orang disekitar kamu. So, kata siapa "Wanita ujung-ujungnya bakal di kasur, dapur dan sumur aja?". Girls, kalau kamu pintar, itu untuk anak kamu juga, karena pendidikan seorang perempuan juga akan mempengaruhi cara ia mendidik anaknya nanti. Coba kalau kamu ga kuliah, nanti anak kamu nanyain soal kampus ke siapa? dia minta saran ke siapa? Sebaik apapun guru mereka disekolah, guru yang terbaik tetap adalah orang tuanya. Minimal, kalau suami kamu ga ngizinin kamu kerja, kamu bisa berbagi ilmu, pengalaman, dan segalanya dengan anak kamu. Jadi ga ada istilah gelar saarjana ga ada gunanya kalo ga kerja, karna mendapat gelar sarjana itu pake ilmu, dan ilmu itu akan bermanfaat jika kita menggunakannya.  Yaaa .. syukur2 kalo suami kamu ngizinin kamu kerja hehehe

So, tetap semangat nyari ilmu ya ..
"Karna ketika kamu dilahirkan, Allah menitipkan hadiah berupa bakat untuk kamu, tanpa memandang kamu perempuan ataupun laki-laki. So, temukan hadiah itu dari sekarang, agar kamu ga nyesel nantinya, asah terus, dan belajarlah dari hadiah itu .. ^.^".

Reader Respond: How Reading Process (A Theory of Iser) Influence the Reader to Understand Deeply With the Usage of Symbolism in “Hill Likes White Elephant” by Hemingway



            Reading is one of thing which can improve and increase knowledge of human or called reader.  According to a theory of Fish about reader respond (page 71), ordinarily, one would begin by asking "what does this sentence mean?" or "what is it about?" or "what is it saying?”. It means that before read all of the text, usually the reader will have many question on their mind about the text, and all of the question can be answered if the reader can understand deeply about the text, not only in general but also well-known the theme, setting, characterization, symbolism etc that using in literary work that they are reading. In reading, Schoenbanch, Greenleaf, Cziko and Hurwitz (1999:38) explain that our reading apprenticeship approach is different because our understanding of the nature of reading is different. It means that knowledge will very influence how the reader understands deeply and well-known all of the elements in literary work. It means that although the reader read the same literary work, it still creates the differentiation in opinion, between the first reader, with second reader and another reader.
           
            A theory of reader respond is also explained by Iser which focus to reading process or how the reader can understand deeply about the text especially literary work that they are reading or they have read. According to Iser theory (1972:1), in considering a literary work, one must take into account not only the actual text but also, and in equal measure, the actions involved in responding to that text. It means that responding to the text is one of important thing to understand deeply about the text itself. The most important think in Iser view, when the reader read a literary work, the reader can be explore their understanding with making an outline.

“Texts not only draw the reader into the action, but also lead him to shade in the many outlines suggested by the given situations, so that these take on a reality of their own. But as the reader's imagination animates these ‘outlines,’ they in turn will  influence the effect of the written part of the text (1972:1)”.

Beside can makes an outline as a sign that the reader understand deeply about the text that they have read, another thing that have to do by the reader in reading process base on Iser theory is do an analysis. In Iser’s view, he contends that the “starting point for a phenomenological analysis is the study of the “way in which sequent sentences act upon one other”. Analysis means that the reader can be dividing what the theme is of the literary work, how the plot is, how the character is/are etc.  To analysis itself for sure the reader has to understand every sentence deeply, like Iser explain that sentences are ‘component parts’ insofar as they make statements, claims, or observations, or convey information, and so establish various perspectives in the text (1972:2)

            In reading literary work, there are some elements that have to understand by the reader like the usage of symbolism. In Abrams’s view (1999:311),

 “Symbol is anything which signifies something, in this sense all words are symbols. In discussing literature, however, the term "symbol" is applied only to a word or phrase that signifies an object or event which in its turn signifies something, or has a range of  reference, beyond itself”.

It means that symbolism is a sign which given in form of word to make its literary work more interesting and creative. The same opinion about symbol explained by fadaee (2010:2), which said that “Symbol is a communication element intended tp simply represent or stand for complex of person, object, group, or idea”.
            Almost all of literary work using symbol, one of literary work which using symbol. One of literary work that using symbol is “hill likes white elephant”, a short story which created by Hemingway. In this short story which talks about a girl and a boy who confusing of their problem, Hemingway using many symbolism that will make the reader not understand about the story if the reader do not enter to the story itself. Iser argues (1972)
“The “author of the text may, of course, exert plenty of influence on the    reader's             imagination – he has the whole panoply of narrative   techniques at his disposal”  (282), but he needs the reader to       complete the process “for it is only by activating the  reader's imagination that the author can hope to involve him     and so realize the  intentionsof his text”  

It means that in reading process, not only engage the author as the writer but also engage human as the reader.
            In “hill likes with elephant” as the title short story itself, Hemingway using symbol that will make the reader not understand if the reader cannot enter in the story. Like a quote in that short story,

            “They look like white elephants,” (Hemingway:1927:1)

Maybe, the reader guessing that it is truly white elephant. But in the fact, the word of “hill” is the symbol that a girl named Jig is pregnant, and “white elephant” itself is symbolize of white elephant in Buddha which reputed a holy one like her pregnant which holy also. It means that the reader not only have to understand about the story but also understand deeply about literary work which always using symbol, for sure the reader has to understand symbolism itself.
            Reading process not only influence to understanding the text or the story but also will influence reader’s knowledge. Iser explain (1972:5),

“we can only picture things which are not there; the written part the text gives us the knowledge, but it is the unwritten part that gives us the opportunity to picture things; indeed without the elements  indeterminacy, the gaps in the text, we should not be able to use our imagination”

It means that through the text the writer give knowledge which is sometimes unrealized by the reader. When reading a text, the reader also has to choose what kind of text that base on their knowledge to make the purpose of the author can be understood by the reader. It explained also by Iser (1972:4) that the “‘reality’ of the reading experience can illuminate basic patterns of real experience”.
           
Another symbolism that used by Hemingway in his short story (hill likes with elephant) found in the way Hemingway using setting. According to Abrams (1999:284)

The overall setting of a narrative or dramatic work is the general locale, historical             time, and social circumstances in which its action occurs; the setting of a single episode or scene within such a work is the particular physical location in which it takes place.”

It means that setting is part of plot or context of story that will explain or describe the place, time, etc which will has a connection with the character. Symbolism that using setting in “hill likes with elephant” is like

 The hills across the valley of the Ebro were long and white. On this side there  was no shade and no trees and the station was between two lines of rails in the sun. Close against the side of the station there was the warm shadow of the building and a curtain, made of strings of bamboo beads,   hung across the open  door into the bar, to keep out flies. The American and the girl with him sat at a             table in the shade, outside the building.(Hemingway:1927:1)

In reading process, the reader will understand that when the author using setting, it used not only for describe the situation but also sometimes has a symbol. In the text above as the early paragraph of the story, Hemingway want to show that the girl and her boyfriend is in between, it means that they haven’t another choice except next or go back. It showed by Hemingway with using rail way of train which is cannot go far away except next or go back. Without  the understanding of reading process, the reader maybe just skip that text without realize that Hemingway as the author using that words not only to advocate the context but also as a symbol.
            Another thing that have to do by the reader is explain what the reader get after reading. In Iser theory (1972:8),  this is what “causes the reader to be entangled in the text ‘gestalt’ that he himself has produced. Through this entanglement the reader is bound to open himself up to the workings of the text, and so leave behind his own preconceptions”. It means that the good reader not only can makes outline, imagine, enter to the story, or understand deeply with the using of symbol and another element of literary work but also can explain again what they get or what they understand as the result of their reading.




Sunday, February 16, 2014

SAMUEL BARCLAY BECKETT DAN KARYA FENOMENALNYA



SAMUEL BARCLAY BECKETT DAN KARYA FENOMENALNYA

            Beckett yang memiliki nama lengkap Samuel Barclay Beckett ini merupakan novelis terkenal yang juga merintih karirnya sebagai penulis puisi. Samuel Barclay Beckett lahir pada tanggal 13 April 1906 dan meninggal pada tanggal 1989. Beckett termasuk novelis yang juga merambah dunia sastra lainnya sebagai Irish avant-garde, playwright (dramawan), direktur beberapa pentas drama, serta penulis puisi. Becket tinggal di Paris, namun banyak di antara karyanya menggunakan Bahasa Inggris serta Bahasa Prancis.
            Waiting for godot”  merupakan salah naskah drama yang ditulis oleh Beckett dalam Bahasa Prancis, dan pertama kali di pentaskan di Paris, kota kelahiran Beckett pada tanggal 5 januari 1953. Drama ini berhasil menyita perhatian para tokoh sastra, serta masyarakat lain sebagai penikmat sastra. Hal ini membuktikan bahwa Beckett tidak hanya berperan sebagai penulis puisi, penulis novel, direktur pentas drama, tetapi juga sebagai penulis dari naskah drama itu sendiri. Pentas yang digarap oleh dirinya sendiri inilah yang banyak menyedot perhatian banyak masyarakat hingga diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, dan bahkan dipelajari oleh mereka yang juga terjun di dunia bahasa khususnya sastra. Tentunya masih banyak lagi karya sastra Baeckett yang juga fenomenal hingga menjadi tokoh sastra yang dikenal hingga sekarang. Adapun “waiting for godot” yang merupakan naskah drama yang digarap oleh dirinya sendiri ini merupakan drama yang paling terkenal dan menjadi aset berharga dalam dunia sastra.
            Beckett memang merupakan penulis drama yang terkenal dengan jenis drama tragicomedy, dimana didalamnya berdapat unsure serius tetapi juga mengandung sisi homurnya. “waiting for godot” ini merupakan karya Beckett yang bergenre tragicomedy. Penulis yang terkenal pada abad ke 20 ini juga memiliki sisi modernists pada setiap karyanya, yang salah satu diantaranya terlihat dalam drama “waiting for godot”.
            Untuk karya-karyanya yang sangat diminati banyak masyarakat ini, Beckett berhasil mendapatkan penghargaan pada tahun 1969, dengan penghargaan Nobel prize in literature, karena telah menghadirkan sisi baru dalam dunia drama, yakni dengan menghadirkan modernist, tetapi memiliki suguhan tragedy comedy yang tidak membuat pembaca ataupun penonton teaternya bosan. Beckett juga terpilih sebagai Saoi of Aosdána pada tahun 1984.
            “Waiting for godot” itu sendiri merupakan salah satu drama bersejarah yang sampai saat ini masih dipelajari, khususnya oleh mereka yang terjun di dunia sastra. Drama yang termasuk kedalam drama tragedy comedy ini sangat terkenal dan memiliki pengaruh yang besar dalam dunia sastra. Dalam drama ini, hanya ada beberapa tokoh yang mencakup Vladimir, Estragon, Pozzo, Lucky, serta Boy.
            Keunikan dalam drama ini yang sangat di tonjolkan oleh Beckett adalah karakter Vladimir dan Estragon yang nyaris mendominasi setengah dari drama ini. Adapun tokoh lain yang juga di hadirkan pada drama ini adalah Pozzo, Lucky, serta Boy. Beckeet dangan apik menjelaskan setiap karakter dalam drama ini lewat dialog para tokoh. Biasanya, karakter dalam suatu cerita hanya memiliki satu tokoh saja yang menjadi peran utamanya. Namun disini, Beckett menghadirkan dua tokoh utama, yakni Valdimir dan Estragon, yang ternyata bukan bagian dari Godot. Mereka hanya memiliki visi yang sama, yakni menunggu untuk bertemu dengan seseorang bernama Godot tersebut.
            Sekilas dari judulnya “waiting for Godot”, pembaca akan mengira bahwa tokoh utama dalam drama ini adalah seseorang bernama Godot, yang memang ditunggu kedatangannya. Tetapi ternyata, hingga diklimaks atau di ending ceritapun, sosok Godot itu tidak pernah ditemukan. Godot disini hanya sebagai faction figure, yang memang berkali-kali disebutkan namanya, atau “ex absentia”, yakni keberadaan dari ketiadaan, yang memang hanya disebutkan saja tetapi sama sekali tidak ada dalam karakteristik tokoh. Inilah salah satu bentuk kecerdasan Beckeet, yang tentunya berhasil membuat para penikmat karyanya menimbulkan jutaan pertanyaan serta rasa penasaran. Dalam sebuah karya sastra, tidak semua penulis pandai dalam membuat penikmat karyanya berimajinasi dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi pada alur cerita yang disajikan. Inilah yang membuat beckeet juga menjadi fenomenal karna karyanya yang fenomenal ini.

Friday, February 7, 2014

First Novel Of Hemingway That I Read, and My Feeling After Read The Story



THE OLD MAN AND THE SEA
ERNEST HEMINGWAY


                   I finished read this novel almost 1 year days ago. This novel was created by Ernest Hemingway, he was born on July 21, 1899, in suburban Oak Park, IL, his parents are Dr. Clarence and Grace Hemingway. He died on July 2, 1961 because he killed himself.  For his novel named The Old Man and the Sea, was awarded the Pulitzer Prize in 1953, and in 1954 Hemingway won the Nobel Prize in Literature, he said “for his powerful, style-forming mastery of the art of narration.” Ernest was the second of six children to be raised in the quiet suburban town.  The name of Ernest taken from his grandmother name, Ernest Hall. He had a sister named Marcelline, she older than Ernest, different 18 month. But his mom sometime said to everyone that Marcelline and Ernest are twin, she often gave the girl’s clothes for Ernest and called him Ernestine.
            This novel using English modern. So, it was not too difficult to understand what this novel talked about. Actually, I found many new vocabulary in this novel, but I try to do a guess and imagine in the story then continue my reading. Honestly, it made me lose my way, so I still open my dictionary for a few time. But this novel has not many pages, just 37 pages in original eBook, so, it made me easier finished this novel hehe.
            This novel talked about the old man named Santiago. He was a fisherman, the boy named Manolin often helped him to caught the fish every day. But for eighty four days they did not get anything. For first forty days, the boy accompanied the old man, but after forty days, because of they did not get the fish, although just one, the boy’s parents commanded his son to leaved the old man because he guess that the old man was not lucky fisherman. The boy felt very sad, but he still helped the old man, he gave the good bait to the old man.
            After got the good bait from Manolin, in the morning he try to caught the fish although without Manolin. After midday, he got a tuna fish and he saved it. Then at sunset, he felt his bait caught by the big fish, and he got a whale, but the fish very big, bigger than his boat, he could not caught the fish because the fish very strong. Because of that, he had to slept on his boat until the big fish weak.
            The old man was happy when I knew that he caught the very big fish, maybe the biggest fish that he had never saw before. He imagined on his mind when everybody saw him got a big whale. But poor the old man, the whale very strong, in the night he felt very hungry and he ate his tuna without cooked it. When he try to slept, the whale had a movement and made his boat movement also, so he would not comfort when he slept. He try to pulled the rope of his bait until his hand hurt and had a blood.
            I felt very poor to the old man, but his sadness still on his way. Until the morning came, and he caught a tuna fish again for his lunch, he could not get the whale, “It is very strong fish”, he said. But at sunset, the whale did a cycle, around his boat, when the fish near to his boat, he stabbed the fish with his weapon, and finally the fish died.
            He was very happy, but sometimes he felt very did not believe when he saw there was a very big fish beside his boat. Suddenly, another big fish approached his fish, that fish ate 40 pond from the meat of his fish, he try to killed that fish with his weapon, but the fact, many big fish approached his fish until he lose all his weapon and then all meat of his fish eaten by another big fish. He was very angry and stabbed all the big fish with the last weapon, and the last strength that he had. He felt very sad because there was not big fish again beside his boat, he just looked the bone of the fish.
            When he returned to his home, everybody saw the big bone beside the old man’s boat. Mandolin cried, he felt poor to the old man, but suddenly, a tourist approached and said that he saw many big fish died on the sea. Actually, the old man was a champion; he killed many big fish when he tried to keep his big fish.
            I enjoyed read this novel, because this novel using English modern and the pages of this novel is not too long. I like this novel very much because this novel gives learning to us to never give up. But I felt very poor to the old man. I thought the old man is the strong man, or maybe he is the strongest old man that I had never found before, hehe. He was very patient and never give up to get something that he want to get. So, because of that, I will recommend my friend to read this novel, because this novel gives many message to the reader.
            The most interesting topic in this novel is about when the old man try to keep his big fish but another big fish ate his fish. I interesting to this topic because I try to imagine this story on my mind when the old man named Santiago tried killed the big fish that wanted ate his fish. Very poor but this season gave a learning to us to never give up. An unpredictable topic in this novel when I knew that actually, the big fish that he already tried killed them in the fact died. So, actually he lost one big fish but he got many big fish again, but he didn’t know about that because he felt very tired.

Cerpen Aneh





JONI DAN EVA

            Joni dan eva memang sepasang kekasih. Mereka tinggal ditempat yang memang sederhana, tetapi hidup bahagia. Setiap hari, Joni dan Eva acap kali bersama. Joni memang sosok yang setia, tidak pernah ingin membiarkan Eva sendirian berjalan tanpanya.
            Baru saja pagi, Joni dan Eva sudah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa, disaat seperti ini, Joni dan Eva mencari makanan untuk sekedar mengganjal perut sampai datang bapak-bapak baik hati bernama Purnomo yang sering memberinya makan. Pagi itu matahari belum mau menampakkan diri, membuat Joni dan Eva kedinginan dan tak mampu bergerak. Apalagi, malam sebelumnya hujan datang memasuki rumah kecil mereka hingga Joni dan Eva pun terkena air hujan karenanya.
            Terbiasa hidup seperti itu, Joni dan Eva tidak pernah mengeluh. Apalagi Purnomo sangat menyayangi mereka. Sayangnya, gara-gara kedinginan akibat kehujanan, Joni dan Eva tak mampu berlama-lama bertahan ditengah kabut saat hendak ingin mencari makanan. Apalah hendak mau dikata, Joni dan Evapun menunggu sampai matahari datang lalu purnomo memberinya makan.
            Denting jam saat itu menunjukkan pukul 6 pagi, matahari sudah mulai mengintip disela rindangan pohon. Joni dan Evapun keluar dari rumah kecil mereka, jam segini, biasanya Purnomo datang memberi mereka makan.
            Tepat dirumah sederhana dari kayu tanpa tembok, Purnomo asyik membuat segelas kopi dikarenakan istrinya Rukmayah sibuk mencuci baju disungai. Namun Rukmayah tidak terlalu lama membuat Purnomo menunggu, ia baru saja meminum seteguk kopinya saja sampai Rukmayahpun datang.
“Sudah kau beri makan si Joni dan si Eva? Mereka harus gemuk, sehat, biar laku dipasaran”.
“Apa mula yang kau katakan? Aku tidak akan pernah menjual Joni dan Eva, mereka amat ku sayangi, apalagi Eva sedang mengandung”.
“Baguslah, berarti, anaknya bisa kita jual pula nanti”.
“Di otak mu itu hanya duit saja. Tak pernah kau fikirkan bagaimana Kehidupan Joni dan Eva jika mereka kita jual? Belum tentu ada yang mau memberinya makan makanan yang sehat seperti bagaimana aku memberinya makan. Belum tentu pula, ada orang yang mau merawatnya seperti aku merawat mereka”.
“Justru karna itu, kau sudah terlampau baik kepada mereka, apa berharganya? Mereka hanya kau temukan di sungai sedari dini. Kini mereka sudah dewasa, Bahkan Eva sudah mengandung, kau sudah begitu baik memberi makan dan merawat mereka. Tentu mereka baik-baik saja jika kau jual”.
“Sudahlah, kau memang tak bisa mengerti, sudah jam 6, lebih baik aku menyiapkan makanan untuk Joni dan Eva”.
            Beberapa menit kemudian, Purnomo membawakan makanan untuk Joni dan Eva. Joni dan Eva sudah mengerti, melihat Purnomo membawa makanan, Joni dan Eva langsung menghampiri
“Weeeeekkk, Weeeeekk”.
Ah, sungguh suara kedua angsa itu tidak bisa dituliskan dengan kata-kata. “weeeekk” itu memang lebih identik dengan suara bebek. Tapi suara kedua angsa itu begitu merdu, sulit memang untuk di tiru apalagi dituliskan dalam bentuk tulisan.
            Apalagi, Joni dan Eva sangat cerdas, acap kali meniru beberapa adegan manusia, seperti menendang bola, sengaja masuk ke rumah untuk menonton TV hitam putih 14 inci milik Rukmayah yang ia beli di tukang loak. Bagaimana Rukmayah tidak marah? Joni dan Eva acap kali membuang kotoran sembarangan. Aneh memang, tapi kedua angsa ini sangat senabg di hadapan TV, anteng, bak nya manusia yang senang menonton film, atau remaja yang suka dengan FTV. Wajar jika Rukmayah tidak suka dengan keberadaan Joni dan Eva. Dipotong saja? ah, Rukmayah tidak menyukai daging angsa, makanya ia lebih memilih untuk menyuruh Purnomo menjualnya.
            Tapi Purnomo enggan menjual, apalagi mengingat Joni dan Eva sering mengikuti Purnomo, baik itu ke ladang ataupun ketika solat. Dengan sabar, Joni dan Eva menunggu di luar mushola sampai Purnomo keluar. Ah, wajar mungkin, Purnomo sudah menikah 26 tahun dengan Rukmayah, tetapi belum di karuniai anak. Itulah yang membuat Purnomo sering membawa Joni dan Eva ke ladang, sama seperti pagi itu.
            Dengan menggoyangkan pantatnya, Joni dan Eva mengikuti Purnomo ke ladang. Hingga tiba di tempat tujuan, Joni dan Eva biasanya mencari makanan sambil menunggu purnomo selesai mencangkul di sekitar ladang. Hal lain yang biasanya Joni dan Eva lakukan sat menunggu Purnomo  sibuk bekerja adalah berenang di sungai, tempat dimana Purnomo menemukan Joni dan Eva masih orok saat itu.
            Tak terasa, matahari sudah diam ditengah langit, bayangan Purnomopun sudah terlihat tepat dibawahnya. Biasanya, di jam yang sama, Rukmayah datang membawakannya makanan. Seperti biasa, Rumkmayah tidak pernah membuat Purnomo menunggu lama. Ia datang dengan membawa satu piring nasi, satu ikan asin, sedikit daun singkong yang ia masak serta sambal terasi kesukaan Purnomo yang di bungkus dengan keresek hitam, disertakan teko kecil serta gelas di dalamnya.
“Sudah menunggu?”
“Tidak juga, baru saja selesai?”.
“Dimana Joni dan Eva?”.
“Berenang di sungai”.
“Biarku cari, agar kau bisa langsung pulang sehabis makan”.
“Baiklah, kau cari saja”.
            Tak lama kemudian, Rukmayah kembali tanpa Joni dan Eva.
“Tak kutemukan angsamu itu di sungai, kemana hendak mereka bermain?”.
“Mungkin saja di sawah Pak Kasim, Joni sering mencari makanan disana”.
“Sudahku cari, tapi tak kutemukan”.
“Ah, kau memang tidak menyayangi mereka, biar aku saja yang mencari”.
            Purnomo langsung beranjak dari duduknya dan menyimpan makanan itu di saung kecil tempat ia biasa beristirahat. Merasa tidak enak sendiri, Rukmayah mengikuti dari belakang. Mereka bersama mencari Joni dan Eva tapi tak bisa ditemukan. Rukmayah mulai lelah, tapi tidak dengan Purnomo meski saat itu sudah mulai menjelang sore.
“Tak biasakah kita mencari Joni dan Eva besok saja? aku lelah”.
“Pulang saja jika kau mau”.
            Rukmayah kesal dengan jawaban suaminya, ia diam tak berucap, suasana menjadi beitu hening. Rukmayah hanya memperhatikan Purnomo yang tak hentinya mondar mendir mencari angsa kesayangannya. Sampai akhirnya, suara Pak Kasim memecahkan keheningan menjelang magrib itu.
“Yah, mana suamimu?”.
Purnomo mendengar suara yang begitu keras itu,
“Ada apa kau mencariku dan menanyakan dimana aku dengan suara yang terlampau lantang itu”.
“Maaf, aku sudah mencarimu kerumah. Aku lupa, bahwa biasanya kau di ladang ketika pagi hingga siang”.
“Lantas ada apa hingga kau begitu repot mencariku?”.
“Barusan aku mencari belut di ujung sungai, kulihat angsa kesayanganmu termakan anjing, hanya bulunya saja yang kulihat”.
            Purnomo memandang wajah Kasim dengan penuh amarah.
“Jangan kau berbicara sembarangan, aku bisa memukulmu”.
“Aku tidak bergurau, hanya kau di kampung ini yang mempunyai angsa. Bukankah begitu?”.
Purnomo terdiam. Tak mampu berkata, ia tak ingin melihat angsanya yang sudah tinggal bulu itu meski Kasim mengajaknya untuk membuktikan. Purnomo hanya diam, melangkahkan kaki menuju rumah dengan lemah, tanpa sedikitpun bicara baik pada Kasim ataupun Rukmayah. Demikian pula Rukmayah, hatinya pilu, bukan karna Joni dan Eva yang lenyap termakan anjing, tapi ia tahu, bahwa hal itu akan membuat suaminya terdiam untuk beberapa hari tanpa kata, atau bahkan tidak ingin mencicipi masakannya lagi untuk beberapa hari. aaaahhh, Joni dan Eva memang seperti anak baginya.